Refleksi Etika Penguji dalam Ujian Akhir Mahasiswa: Sebuah Introspeksi dan Auto-Kritik

Refleksi Etika Penguji dalam Ujian Akhir Mahasiswa: Sebuah Introspeksi dan Auto-Kritik

PENDIDIKAN -Setiap mahasiswa dari tingkat Diploma hingga Doktor akan menghadapi tugas akhir sebagai bagian dari perjalanan akademik mereka. Selama proses ini, mereka dibimbing oleh dosen pembimbing menuju tahap akhir: sidang ujian. Dalam sidang, mahasiswa diuji oleh minimal dua orang penguji untuk program Sarjana dan Magister, serta lebih dari tiga orang penguji untuk program Doktor.

Berdasarkan pengalaman saya yang telah mengikuti empat kali sidang ujian—satu kali untuk program Sarjana, tiga kali untuk Magister, dan satu kali untuk Doktor—saya ingin menyampaikan refleksi dan kritik terhadap beberapa perilaku tidak etis yang terkadang dilakukan oleh dosen penguji, baik secara sadar maupun tidak. Sebagai seseorang yang juga pernah berperan sebagai penguji, saya merasakan pentingnya introspeksi diri dan pembenahan.

Berdasarkan pengalaman saya, terdapat beberapa tindakan yang kurang etis, yang tanpa disadari dapat merusak wibawa institusi pendidikan di mata mahasiswa, merendahkan kredibilitas kolega sebagai pembimbing, serta menurunkan martabat diri sebagai individu terdidik. Beberapa perilaku tersebut antara lain:

1. Menjelekkan Dosen Pembimbing di Hadapan Mahasiswa saat Ujian
Ini sering terjadi ketika dosen pembimbing tidak dapat hadir dalam ujian, dimana beberapa perguruan tinggi memiliki kebijakan seperti ini dengan berbagai pertimbangan. Penguji yang tidak profesional, mungkin karena adanya masalah pribadi yang belum terselesaikan, dapat menggunakan kesempatan ini untuk menjelekkan kredibilitas rekan mereka di depan mahasiswa dan dosen penguji lain. Seharusnya, jika menemukan kekurangan, penguji dapat mencatatnya dan meminta mahasiswa untuk menemui mereka setelah sidang untuk melakukan revisi.

2.Melakukan Koreksi Non Substansial Saat Sidang Terbuka
Saya mengamati beberapa penguji yang bertindak tidak etis dengan melakukan koreksi publik atas karya ilmiah mahasiswa, seperti mengkritik typo atau metodologi, yang seharusnya dibahas dalam ujian proposal atau sidang tertutup. Dalam sidang promosi, pertanyaan seharusnya fokus pada substansi dan aplikasi praktis dari karya mahasiswa, bukan mengkritik di depan publik yang dapat merusak wibawa mahasiswa, pembimbing, dan institusi.

3.Coretan Tanpa Penjelasan
Perilaku mencoret karya mahasiswa tanpa memberikan penjelasan, dan ketika ditanya oleh mahasiswa, penguji mengelak dengan berkata, “Silakan tanya dosen pembimbingmu, ” adalah perilaku tidak etis. Tindakan ini menciptakan kebingungan dan tidak menunjukkan sikap akademisi yang seharusnya memberi contoh baik.

Jika berani mengkritik, seorang penguji harus dapat menjelaskan kritikannya dan memberikan bimbingan yang konstruktif. Dosen pembimbing bertanggung jawab membimbing mahasiswa hingga ke sidang, namun setelah itu, penguji juga memiliki tanggung jawab untuk membimbing, sebagaimana ditandai dengan tanda tangan mereka pada tugas akhir mahasiswa.

Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan bagi kita semua, khususnya bagi yang berperan sebagai penguji, untuk tidak melakukan perilaku tidak etis yang dapat merusak martabat mahasiswa, kolega, diri sendiri, dan institusi pendidikan.

sidang skripsi tesis disertasi pendidikan etika hidayatullah
Dr. Hidayatullah

Dr. Hidayatullah

Artikel Sebelumnya

Salah Kaprah Jurusan Akuntansi Merespon...

Artikel Berikutnya

Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

Berita terkait