OPINI - Memadankan antara Rama Wijaya dengan Rahwana dalam sanepo Sri Eko Sriyanto Galgendu tentang sosok Joko Widodo yang cukup dia kenal sebelum menjabat Wali Kota Solo, dimana masing-masing mereka berasal - - bahkan bertetangga kampung di Nusukan, Solo sungguh memiliki kesan tersendiri.
Rama Wijaya adalah seorang raja yang terkenal di India pada jaman Tratayuga. Sebagai keturunan dinasty Surya atau lebih populer disebut dinasty Suryawangsa dari kerajaan Kosala yang berada di Ibukota Ayodya.
Dalsm.krpercayaan umat Hindu, Rama Wijaya adalah jelmaan awatara Dewa Wisnu yang ke tujuh turun di bumi. Dalam versi kisah Ramayana, tokoh ini sangat mulia dan dihormati karena sifat dan perangainya yang baik dan terpuji. Setidaknya, tak suka berbohong, enggan berjanji palsu. Tidak pula munafik, apalagi sampai khianat.
Berbeda dengan Rahwana yang cukup dominan kisahnya dalam mitologi Hindu, adalah raja yang tidak cuma bertubuh raksasa, tapi juga watak dan perangainya sesuai dengan kepalanya yang berjumlah sepuluh. Jadi bisa segera dibayangkan, seorang penguasa seperti Rahwana ini, minimal pasti memiliki hasrat dan keinginan lebih dari sepuluh model. Termasuk birahi untuk melanggengkan kekuasaannya melalui dinasty keluarga.
Sebagai penguasa Kerajaan Alengka, juga menempati posisi antagonis. Aturan yang sudah baku dan telah menjadi kesepakatan umum bisa diubah seketika itu juga sekehendak hatinya. Prosesi Jumenengan pun, dia atur dengan mutlak, seperti yang dia sendiri harapkan, tanpa perlu musyawarah dan mufakat dengan pihak manapun, tidak kecuali bagi mereka yang kompeten sekalipun.
Cerita asal usul Rama Wijaya merupakan putra sulung dari Resi Wisrawa dan Sukesi. Tentu yang menarik, sanepo Sri Eko Sriyanto Galgendu tentang Rama Wijaya dan Rahwana, karena mereka berdua saling bermusuhan. Jadi adalah semacam konflik dalam penyanderaan yang bermotif politik dan berlatar belakang sengketa rebutan perempuan, bukan konsesi lahan yang baru marak pada waktu belakangan ini.
Alkisah upaya penyelamatan dari hasrat menguasai wanita cantik yang bernama Sita ini, lebih seru dari upaya rakyat mempertahankan lahan dan tempat tinggalnya yang hendak digusur atas perintah orang yang mempunyai banyak uang.
Artinya, dua sifat dan karakter dalam posisi antagonis inilah yang membuat gamang Sri Eko Sriyanto Galgendu melihat perubahan yang sangat mencolok dari sosok Joko Widodo yang diakuinya pernah dikenal dengan sangat dekat jauh sebelum menjadi Walikota Solo, kemudian sesaat menjabat Gubernur DKI Jakarta hingga kemudian menjadi Presiden Indonesia sampai dua periode dan sempat diwacanakan untuk tiga periode. Dan sifat serta sikap Rahwana yang bermuka 10 itu, terwujud dari kata yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Karana apa yang dikatakan Rahwana, ujar Sri Eko Sriyanto Galgendu tidak seperti yang dilakukannya. Munafik, hipokrit !
Jadi sikap dan sifat Rama Wijaya atau Rahwana dalam sosok Joko Widodo sekarang dalam pandangan Sri Eko Sriyanto Galgendu, sangat meresahkan ketika mengacu pada kegundahan Wartawan senior Panda Nababan yang mengungkap secara gamblang kekecewaannya terhadap Joko Widodo, baik sebagai anggota maupun petugas partai dari PDIP, terkesan seperti Si Malin Kundang yang durhaka itu. Sementara keprihatinan Goenawan Moehammad - - sebagai pendukung berat Joko Widodo saat ingin menjadi Presiden, sangat kecewa karena merasa telah dikadali dengan cara yang culas, sangat tidak berbudi.
Rasa kecewa banyak orang terhadap sikap dan tindakan Joko Widodo pada masa akhir jabatannya sekarang ini, bukan cuma karena cawe-cawe dalam proses Pilu 2024, proses memilih calon Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga melanggar etika kepatutan untuk tidak ikut cawe-cawe dan melakukan pembiaran terhadap MK melanggar hukum dengan membuat aturan baru untuk memuluskan Putra Mahkotanya melenggang ikut Pemilu 2024. Akibatnya, kegaduhan yang terjadi semakin mengarah pada kerusuhan yang sangat amat mengkhawatirkan dan menganvmcam bagi kelangsungan tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang sepatutnya harus dapat dijaga bersama.
Banten, 26 Oktober 2023